Senin, 20 Juni 2022

Lonjakan Populasi, Urbanisasi dan KKN….adakah kaitannya?

orang sekarang kerjaan nya kurang berkah, pegi kerja pagi buta…mata ari belon nongol…. pulang malem…….. mo beli rumah aje, banyak yang kagak bisa...

Saya dulu tahun 70-an, cuman dagang sayur, jualan sayur ke jakarta, kerja an nye santai, bisa tuh bli tanah luas di ciputat, bikin rumah....

celetuk seorang kakek, di emperan sebuah masjid, orangnya memang suka bercanda, tapi entah becanda atau setengah serius yang baru saja beliau katakan. 

Saya pun bertanya, anaknya berapa Pak?

Anak saya 8 orang,...jawabnya singkat…..

bertambahnya populasi, karena jumlah anak yang banyak dan arus urbanisasi memang membuat Jabodetabek semakin padat, dan tentu saja sesuai hukum ekonomi (permintaan vs penawaran), hal ini pula yang membuat harga tanah di sini melambung tinggi.

harga tanah di tengah perkampungan Jakarta bisa mencapai kisaran 24 juta per meter persegi. Harga tanah termahal di Jakarta bisa melampaui angka 50 juta per meter persegi [1]. harga yang tidak mudah dijangkau oleh kalangan menengah kebawah. sehingga mereka cenderung mencari tempat tinggal di daerah penyangga ibu kota yaitu Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Karawang.

–00–

Jaman dulu memang hal yang biasa jika kita mendengar cerita keluarga besar, keluarga dengan banyak anak, bahkan jumlah anak dalam suatu keluarga bisa mencapai belasan. sehingga bila lebaran tiba, rumah kakek-nenek bisa terisi banyak anak berserta cucu-cucunya, dan masih muat, walau di malam hari harus tidur berjejer, karena rumah mereka di desa umumnya berukuran relatif luas. 

Sadarkah kita, peningkatan populasi penduduk di desa-desa meningkatkan arus urbanisasi ....

Sebagai ilustrasi sederhana, sebuah desa A yang memiliki luas 100 hektar dihuni oleh 10 KK (Kepala Keluarga), maka luas tanah rata-rata masing-masing KK adalah 10 hektar atau 100 ribu meter persegi.

Apabila setiap KK memiliki 10 anak, maka 10 KK akan memiliki 100 anak, untuk mempermudah ilustrasi kita sederhanakan saja asumsinya, bahwa separuh KK anaknya laki-laki semua dan separuhnya lagi perempuan semua, kemudian mereka saling menikah, jadi dari 100 anak akan menjadi 50 KK, sehingga jika dihitung hanya untuk generasi tersebut luas tanah rata-rata per KK adalah 20 ribu meter persegi.

Apabila asumsi diatas dilanjutkan maka pada generasi ke-5 akan ada 6.250 KK dengan luas tanah rata-rata per KK adalah 160 meter persegi.

Meningkatnya populasi di desa-desa, membuat lahan pertanian (sawah, kebun, ladang, tambak) semakin sempit. lama-lama tidak lagi mencukupi untuk penghidupan, sehingga sebagian pemuda desa memilih merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. 

Di kota, mereka yang beruntung bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Sebagian lagi kurang beruntung, mereka menimbulkan beban sosial atau masalah baru di kota. Bahkan diantara mereka ada yg terpaksa menjadi pelaku kriminal, sekedar untuk mengisi perut dan menyambung hidup.

kehidupan di kota, bagaikan gradasi warna,  ada yang hidup di dunia putih, putih agak abu-abu, abu-abu, sangat abu-abu...... Bahkan dunia hitam.

Dinamika Perkembangan Kota Terbesar di Indonesia 
Berdasarkan Total Populasi Penduduk [2]


Bandingkan dengan Negara Lainnya


Fertility Rate Berdasarkan Negara

Total Fertility Rate (TFR) adalah jumlah anak rata-rata yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya [3] [4].

Dari tabel di atas, wanita paling banyak memiliki anak, berasal dari Nigeria, yang rata-rata memiliki 6,7 anak. Indonesia berada di nomor 91 dengan rata-rata 2,2 anak. Negara tetangga kita Singapura berada di no 197 dengan rata-rata 1,1 anak, sedangkan di urutan paling bawah adalah Korea Selatan dengan rata-rata 0,84 anak

Pertumbuhan Penduduk yang Rendah di Negara Maju vs KKN….adakah Kaitannya?

Rendahnya pertumbuhan penduduk di negara maju disebabkan oleh rendahnya angka kelahiran. Mayoritas penduduk kalangan muda di negara maju menunda untuk menikah dan memiliki anak [5]. Bahkan ada juga yang enggan memiliki anak. Beberapa alasan mereka enggan memiliki anak [6]:

  1. Finansial, dari melahirkan hingga membesarkan anak membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
  2. Sibuk dengan karir/pekerjaan.
  3. Tidak siap secara mental, memiliki anak adalah hal yang merepotkan.
  4. Pernikahan tetap bisa harmonis meski tanpa anak. 
  5. lebih memilih hidup mandiri (melajang) [7].

Sepertinya kondisi ini bisa menjawab pertanyaan:  "kenapa di negara-negara maju Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN-nya) cenderung rendah?"... walau sebagian dari mereka melakukan Molimo yang biasanya memerlukan biaya seperti pada artikel ini (tentang molimo)

Bila mereka hidup melajang dan tidak memiliki anak, tidak akan ada biaya pernikahan, tidak ada biaya melahirkan, biaya membesarkan dan pendidikan anak, tidak perlu membantu mencarikan pekerjaan, tidak ada biaya mantu. Tidak akan ada istri dan anak yang minta dibelikan kosmetik, perhiasan, tas, pakaian, handphone, laptop, motor, mobil, rumah, dst. 

Seperti sebuah cerita:. 

Dia punya keluarga besar, dia punya 14 orang anak, Alhamdulillah yang sulung dapat pekerjaan di kantor penting di Jakarta, jadi bisa membantu 13 adiknya nyari kerjaan........ 

luar biasa ….. jadi ada kemungkinan, 13 kali nepotisme telah dilakukan.

Jaman sekarang biaya pendidikan cenderung tidak murah, terutama untuk sekolah swasta. Cerita seorang bapak kepada saya, beliau harus menyiapkan 350 juta untuk mendaftarkan anaknya kuliah di jurusan favorit di sebuah kampus swasta di Jakarta. 

Semakin tinggi pertumbuhan jumlah penduduk suatu negara maka jumlah bangku sekolah dan lapangan pekerjaan yang harus disediakan juga semakin tinggi, Perebutan bangku sekolah dan pekerjaan akan semakin sengit, semakin tidak sehat, maka jangan heran kalo ada cerita orang yang harus menyuap hingga ratusan juta untuk pendaftaran di suatu sekolah atau seleksi suatu pekerjaan. padahal sebenarnya proses pendaftaran sekolah/seleksi pekerjaan tersebut sama sekali tidak dipungut biaya.


Program KB, Dua Anak Cukup

Memiliki dua anak bisa dibilang sedikit, bisa juga dibilang banyak, tergantung sudut pandang kita, jika dilihat dari orang yang memiliki anak banyak (bahkan hingga belasan) maka 2 anak dianggap sedikit, tetapi dari sudut pandang orang yang hanya memiliki 1 anak atau tidak memiliki anak, maka 2 anak adalah banyak. Sama halnya dengan kalimat berikut:

  1. Eh…. Dia itu istrinya dua lho.
  2. Dia punya dua rumah.
  3. Dia itu punya dua toko.
  4. Mobil dia itu ada dua, nomor ganjil dan genap.
  5. Dia punya dua hotel.
  6. Perusahaan punya dia itu ada dua.
  7. Dia punya dua helikopter
  8. Pesawat jet punya dia itu ada dua
  9. Dia juga punya dua kapal pesiar

Kata dua pada kalimat di atas bisa dibilang sedikit bisa dibilang banyak, tergantung sudut pandang anda, tapi kalau anda punya semua itu, bagi saya sudah sangat banyak 😂

Memiliki semakin banyak anak, tentu membutuhkan biaya yang semakin besar, apalagi kalo istri dan anaknya banyak, ada pula kecenderungan KKN akan semakin tinggi. Seperti kutipan berita berikut: Pemimpin Taliban prihatin atas tuduhan korupsi terhadap anggotanya yang berusaha mengumpulkan dana untuk menopang rumah tangga besar atau banyak. "Jika semua pimpinan dan komandan menghindari poligami, mereka tidak perlu terlibat dalam praktik-praktik korupsi dan illegal" [8].

Berbeda dengan di negara maju, salah satu tujuan memiliki anak di sini adalah untuk menemani hari tua, di negara maju umumnya terdapat lebih banyak panti jompo, bahkan cerita teman saya yang pernah kuliah dan tinggal di Jerman, kadang lansia di Jerman lebih memilih tinggal di panti jompo, daripada tinggal dengan anak mereka, karena di panti jompo mereka merasa punya banyak teman, sedangkan anak tidak mungkin menemani mereka 24 jam.

Demikian juga cerita teman saya yang pernah kuliah dan tinggal di Jepang, banyak TKW dari Indonesia yang bekerja di panti jompo.

Roujin Home sebagai rumah tinggal bagi para orang tua Jompo. Tempat semacam ini sangat banyak di Jepang karena rata-rata masyarakat umum di Jepang sangat produktif dalam pekerjaan. Sehingga tidak sempat untuk melakukan perawatan kepada para orang tua terlebih yang berusia senja [9] [10].

Singapura juga menciptakan rusunawa, yang dinamakan Kampung Admiralty. Lansia tinggal dalam sebuah kamar, bertipe apartemen kamar satu dengan segala sudut ruangnya memiliki bantuan pegangan untuk gerak lansia yang terbatas. statusnya mereka sewa untuk 30 tahun, dengan usia awal sewa mereka minimal 55 tahun, dan setelah nantinya meninggal, rusunawanya bisa diteruskan ke lansia lainnya yang membutuhkan.[11].

Perjuangan Para Komuter (Commuter) dan Kemacetan Jakarta

Komuter berasal dari bahasa Inggris Commuter; dalam bahasa Indonesia juga disebut penglaju atau penglajo. Komuter adalah seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya [12].

Bila bekerja di Jakarta, mereka menghadapi masalah mahalnya harga tanah atau sewa rumah di dekat tempat mereka bekerja, sehingga mereka biasanya memilih tinggal di tempat yang cukup jauh dari tempat mereka bekerja (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Apabila mereka (komuter) bekerja di jakarta pusat maka jarak yang harus mereka tempuh bisa berkisar antara 12 km s.d 55 km.

Tangerang, Depok, Bekasi sekitar 12-30 km dari Jakarta Pusat. Sedangkan Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi bisa mencapai 20-55 km dari Jakarta Pusat. [13].

Para komuter memerlukan sarana transportasi umum yang efisien. mereka sangat memerlukan jaringan transportasi umum yang bergerak cepat, seperti Kereta Rel Listrik (KRL), MRT, LRT, Trans Jakarta. Sarana transportasi yang bisa menembus kemacetan kota besar seperti Jakarta. Pada hari kerja, pengguna KRL sebelum pandemi sekitar 1,1 juta orang/hari [14]. Saat ini pengguna KRL pada hari kerja sekitar 650 ribu orang/hari [15].

Lalulintas Jakarta di Jam Sibuk

Kepadatan Jalanan Jakarta di Jam Sibuk [16].

Gambaran Perbandingan Jarak komuter ke Jakarta dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dengan Kota-kota Lain

Fenomena komuter terjadi hampir di tiap kota, terutama kota besar, namun tentu saja yang masih tertinggi adalah di kawasan Jabodetabek, bagaimana jika kita lihat pada peta, perbandingan dengan kota-kota lain, jarak para komuter di jabodetabek yang bisa menempuh 12 hingga 55 km dalam sekali perjalanan.

Semarang

Komuter Jabodetabek yang bisa menempuh 12 s.d 55 km,  jika mereka bekerja di semarang maka mereka mungkin tinggal di Ungaran, Bawen, Ambarawa, Secang, Salatiga, Kendal, Sukorejo, Kudus, dst (bisa dilihat pada gambar berikut)


Jogja

Komuter Jabodetabek yang bisa menempuh 12 s.d 55 km,  jika mereka bekerja di Jogja maka mereka mungkin tinggal di Muntilan, Magelang, Secang, Salatiga, Boyolali, Klaten, Solo, dst (bisa dilihat pada peta berikut)


Bandung

Komuter Jabodetabek yang bisa menempuh 12 s.d 55 km,  jika mereka bekerja di Bandung maka mereka mungkin tinggal di Padalarang, Cikalong, Purwakarta, Sumedang, dst (bisa dilihat pada peta berikut)


Surabaya

Komuter Jabodetabek yang bisa menempuh 12 s.d 55 km,  jika mereka bekerja di Surabaya maka mereka mungkin tinggal di Gresik, Lamongan, Mojokerto, Pasuruan, Bangkalan, dst (bisa dilihat pada peta berikut)


Malang

Komuter Jabodetabek yang bisa menempuh 12 s.d 55 km,  jika mereka bekerja di Malang maka mereka mungkin tinggal di Kepanjen, Turen, Dampit, Prigen, Bangil, dst (bisa dilihat pada peta berikut)



Nb:
  1. Ada komuter yang lebih jauh dari 55 km, misalnya dari timur Kabupaten Bekasi (Karawang), wilayah selatan Kabupaten Bogor, atau tempat lainnya. 
  2. Perhitungan jarak pada peta-peta di atas adalah radius (garis lurus), jadi jarak riil/sebenarnya tentu lebih jauh, karena jalan biasanya berbelok-belok, atau harus gonta-ganti mode transportasi.
  3. Bekerja adalah ibadah, semoga kaum komuter yang harus bekerja keras mendapatkan limpahan berkah dan rahmat.
  4. Sepertinya sebagian besar kaum komuter di Jabodetabek adalah kaum urban, buktinya kalau libur panjang atau musim mudik, Lalu lintas di Jakarta cenderung lengang.
  5. Tiap anak dijamin rezekinya, ini tentu saja benar, rezeki kan tidak hanya berupa makanan, biaya pendidikan, bisa berupa udara yg kita hirup, waktu luang ataupun kesehatan. Kadang kita dengar, tingginya biaya RS yang dibutuhkan anak-anak yang mengalami kelainan organ sejak lahir, itu baru salah satu organ, padahal kita punya banyak organ tubuh.
  6. Tingkatan kehebatan manusia berdasarkan tingkat ketakwaannya, punya banyak anak tetapi tetap tawakal, tidak melakukan/mengambil hal-hal yang haram/ilegal, bahkan syubhat untuk menghidupi mereka, itu juga luar biasa. Terutama bagi para Janda yang harus berjuang membesarkan banyak anak.
  7. Bagi anda yang sudah siap menikah, menikahlah, kalau belum siap punya anak, planning untuk punya anak bisa ditunda.
  8. Lajang kadang jauh lebih produktif, mereka bisa bekerja terus dari pagi hingga larut malam, mereka tidak akan repot/sibuk mengurus anak, tapi bisa juga sebaliknya jadi kurang produktif, karena merasa beban hidupnya tidak banyak.
  9. Selain urbanisasi, peningkatan populasi di desa juga meningkatkan jumlah ekspatriat (TKI/TKW), perjuangan mereka bekerja di sana, sungguh luar biasa, terutama yang jauh dari keluarga/tidak mampu membawa keluarga
  10. Pengalaman saya tinggal di Saudi, sama seperti di sini, setahu saya penduduk kota cenderung memilih hanya memiliki 2 anak, apalagi banyak diantara mereka adalah penyewa flat/apartemen di dalam kota. Karena disana, sulit untuk membuat rumah di tengah gurun, karena akan sangat sulit akses ke sumber air bersih, berbeda dengan di sini, bisa saja kita buat rumah di tengah hutan, kalau perlu air tinggal bikin sumur.
  11. Jikalau kota-kota besar di sini menghadapi masalah urbanisasi. Negara-negara maju seperti di sebagian Eropa menghadapi masalah imigran akibat konflik di Afrika, Timur Tengah, dan terakhir di Ukraina. Amerika serikat juga menghadapi masalah imigran dari selatan
  12. Finlandia, Denmark, Islandia adalah negara paling bahagia di dunia [17], Negara-negara ini terletak di utara Eropa, dan sepertinya jauh dari jangkauan para imigran.
  13. Negara maju juga memiliki kawasan kumuh seperti pada video https://youtu.be/3nvTgSW2L8Q
  14. Selama bumi masih nyaman, belum terlalu sesak oleh manusia, kecil kemungkinannya orang mau tinggal di mars, planet yang lebih tandus dari padang pasir, tidak ada sumber air, udaranya tidak ramah, tidak bisa dipakai bernafas, alias minum dan bernafas di sana tidak akan gratis. 
  15. Saat ini populasi manusia di bumi sekitar 7,5 miliar. Para peneliti memperkirakan puncak populasi akan menyentuh angka 9,73 miliar pada tahun 2064 sebelum penurunan populasi terjadi [18].

Referensi